RUMAH TANGGA NABI: TELADAN SUCI

Oleh: KH. JALALUDDIN RAKHMAT

Ketika kita menempuh bahtera rumah tangga, ketika kita sedang menjalankan perintah Allah dan RasulNya, kita dianjurkan untuk menengok kembali kecintaan kita kepada keluarga Nabi. Dalam memperkuat kecintaan kita kepada keluarga Nabi di dalam mengayuh bahtera keluarga, kita diwajibkan mencontoh prilaku kehidupan keluarga Rasulullah, baik prilaku terhadap istri maupun anak.

Dalam memperlakukan istrinya, Rasulullah senantiasa menghormati dan menjaga perasaan istrinya melebihi suami-suami yang lainnya. Suatu saat ketika Rasulullah hendak melaksanakan shalat malam, beliau dekati istrinya ‘Aisyah sampai ‘Aisyah berkata: “Di tengah malam beliau mendekatiku dan ketika kulitnya bersentuhan dengan kulitku beliau berbisik, “Wahai ‘Aisyah izinkan aku untuk beribadah kepada Tuhanku.”

Kita bayangkan betapa besar penghormatan Rasulullah kepada istrinya sampai ketika beliau hendak melakukan shalat malam, beliau terlebih dahulu meminta izin kepada istrinya pada tengah malam, di saat istrinya membutuhkannya. Pada izin Rasulullah itulah tergambar kecintaan dan penghormatan terhadap istrinya.


Nabi adalah sosok yang sangat sabar dalam memperlakukan istrinya. Hal ini terlihat ketika suatu hari ada salah seorang istrinya datang dengan membawa makanan untuk dikirim kepada Rasulullah yang sedang tinggal di rumah ‘Aisyah. ‘Aisyah dengan sengaja menjatuhkan kiriman makanan itu hingga piringnya pecah dan makanannya jatuh berderai. Rasulullah hanya mengatakan: “Wahai ‘Aisyah, kifaratnya adalah mengganti makanan itu dengan makanan yang sama.”

"Rasulullah mengecam suami-suami yang suka memukuli istri-istrinya sampai Rasulullah berkata: “Aku heran melihat suami-suami yang menyiksa istrinya padahal dia lebih patut disiksa oleh Allah.”

"Nabi pun mengecam suami-suami yang menghinakan istri-istrinya, tidak menghargainya; tidak mengajaknya bicara; dan tidak mempertimbangkan istrinya dalam mengambil keputusan. Nabi bersabda: “Tidak akan pernah memuliakan istri kecuali lelaki yang mulia dan tidak akan pernah menghinakan istri kecuali lelaki yang hina.”

Oleh karena itu, marilah kita berusaha menjadi suami yang mulia yang menempatkan istri pada tempat yang mulia.

Salah satu ibadah yang paling besar di dalam Islam adalah berkhidmat kepada istri. Rasulullah bersabda:

“Duduknya seorang lelaki dengan istrinya kemudian membahagiakan istrinya, pahalanya sama dengan orang yang itikaf di masjidku.”

Kita dapat saksikan para Jemaah haji ketika tinggal selama seminggu di sana mereka berusaha melakukan itikaf dengan sebaik-baiknya di masjid Nabi (Nabawi). Kita akan memperoleh pahala yang sama seperti itikafnya para Jemaah haji kalau kita duduk bersama istri dan berusaha membahagiakan, memberikan ketentraman dan kenyamanan kepadanya.

Begitu pula bagi para istri. Mereka haruslah menjadi seorang istri seperti Khadijah Al-Kubra. Khadijah adalah sosok istri yang sangat dicintai oleh suaminya (Nabi Muhammad—red.). Selama Rasulullah (SAW) menikah dengannya, Rasulullah tidak pernah memikirkan the other women beside her, wanita lain di samping Khadijah. Rasulullah hidup dalam suasana yang penuh dengan kecintaan  dan kasih sayang.

Cinta kasih Nabi terhadap Khadijah tergambar dalam riwayat berikut ini:

“Setelah Khadijah meninggal dunia, Rasulullah menikah dengan ‘Aisyah. Suatu hari Rasulullah sedang berada di depan rumah. Tiba-tiba Rasulullah meninggalkan ‘Aisyah menuju kepada seorang perempuan. Rasulullah memanggilnya  dan menyuruh perempuan itu duduk di hadapannya, kemudian mengajaknya berbicara. ‘Aisyah bertanya: “Siapakah perempuat tua ini?” Rasul menjawab: “Inilah sahabat Khadijah dulu.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Engkau sebut-sebut juga Khadijah padahal Allah telah menggantikannya dengan istri yang lebih baik” Ketika itu marahlah Rasul sampai berguncang rambut di atas kepalanya. Lalu beliau berkata: “Demi Allah. Tidak ada yang dapat menggantikan Khadijah. Dialah yang memberikan kepadaku kebahagiaan ketika orang mencelakakanku. Dialah yang menghiburku dalam penderitaan ketika semua orang membenciku. Dialah yang memberikan seluruh hartanya kepadaku ketika semua orang menahan pemberiannya. Dan dialah yang menganugerahkan kepadaku anak ketika istri-istri yang lain tidak memberikannya.”

Mendengar itu ‘Aisyah tidak dapat memberikan jawaban. Hadits ini diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim.

Dalam ucapan Rasulullah itu, selain terkandung kecintaan Rasul terhadap Khadijah, juga terkandung kebaktian Khadijah terhadap suaminya. Khadijahlah yang menghibur suaminya ketika dalam perjuangan dilanda berbagai penderitaan. Khadijahlah yang mengorbankan seluruh hartanya ketika suaminya memerlukan. Khadijahlah yang mendampingi suaminya dalam suka dan duka. Sehingga Rasul berkata, “Tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan Khadijah.”

Kepada para istri jadilah seperti Khadijah yang setiap saat rela mengorbankan apapun demi kebagahagiaan suami. Yang di saat-saat suami ditimpa duka dan kesusahan siap berdiri di sampingnya, memberikan hiburan dan kebahagiaan kepadanya dengan seluruh jiwa dan raga.

Kebaktian kepada suami di dalam Islam dianggap ibadah yang utama. Sampai Rasulullah bersabda:

“Kalau seorang perempuan memberikan setetes minum kepada suaminya, atau memindahkan barang dari rumahnya ke tempat yang lain untuk membahagiakan suaminya, maka pahalanya sama dengan melakukan ibadah satu tahun lamanya.”

Oleh sebab itu, hormatilah suami. Berikan kepadanya penghormatan yang sepenuhnya dan berikanlah kecintaan yang sepenuhnya. Insya Allah, Allah akan berkati keluarga yang seperti demikian. 

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta